Lebih samar dari jejak semut di atas batu hitam di tengah kegelapan malam
Sahabat Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma –yang sangat luas dan mendalam
ilmunya- menafsirkan ayat di atas dengan mengatakan,”Yang dimaksud
membuat sekutu bagi Allah (dalam ayat di atas, pen) adalah berbuat
syirik. Syirik adalah suatu perbuatan dosa yang lebih sulit (sangat
samar) untuk dikenali daripada jejak semut yang merayap di atas batu
hitam di tengah kegelapan malam.”
Kemudian Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma mencontohkan perbuatan
syirik yang samar tersebut seperti, ‘Demi Allah dan demi hidupmu wahai
fulan’, ‘Demi hidupku’ atau ‘Kalau bukan karena anjing kecil orang ini,
tentu kita didatangi pencuri-pencuri itu’ atau ‘Kalau bukan karena angsa
yang ada di rumah ini tentu datanglah pencuri-pencuri itu’, dan ucapan
seseorang kepada kawannya ‘Atas kehendak Allah dan kehendakmu’, juga
ucapan seseorang ‘Kalau bukan karena Allah dan karena fulan’.
Akhirnya beliau radhiyallahu ‘anhuma mengatakan, ”Janganlah engkau
menjadikan si fulan (sebagai sekutu bagi Allah, pen) dalam ucapan-ucapan
tersebut. Semua ucapan ini adalah perbuatan SYIRIK.” (HR. Ibnu Abi
Hatim) (Lihat Kitab Tauhid, Syaikh Muhammad At Tamimi)
Itulah syirik. Ada sebagian yang telah diketahui dengan jelas seperti
menyembelih, bernadzar, berdo’a, meminta dihilangkan musibah
(istighotsah) kepada selain Allah. Dan terdapat pula bentuk syirik
(seperti dikatakan Ibnu Abbas di atas) yang sangat sulit dikenali
(sangat samar). Syirik seperti ini ada 2 macam.
Pertama, syirik dalam niat dan tujuan. Ini termasuk perbuatan yang
samar karena niat terdapat dalam hati dan yang mengetahuinya hanya Allah
Ta’ala. Seperti seseorang yang shalat dalam keadaan ingin dilihat
(riya’) atau didengar (sum’ah) orang lain. Tidak ada yang mengetahui
perbuatan seperti ini kecuali Allah Ta’ala.
Kedua, syirik yang tidak diketahui oleh kebanyakan manusia. Syirik
seperti ini adalah seperti syirik dalam ucapan (selain perkara
i’tiqod/keyakinan). Syirik semacam inilah yang akan dibahas pada
kesempatan kali ini. Karena kesamarannya lebih dari jejak semut yang
merayap di atas batu hitam di tengah kegelapan malam. Oleh karena itu,
sedikit sekali yang mengetahui syirik seperti ini secara jelas. (Lihat
I’anatul Mustafid bisyarh Kitabut Tauhid, hal. 158, Syaikh Shalih bin
Fauzan Al Fauzan)
Contoh Lisan yang Terjatuh dalam Kesyirikan: Mencela Makhluk yang Tidak Dapat Berbuat Apa-apa
Perbuatan seperti ini banyak dilakukan oleh kebanyakan manusia saat
ini –barangkali juga kita-. Lidah ini begitu mudahnya mencela makhluk
yang tidak mampu berbuat sedikit pun, seperti di antara kita sering
mencela waktu, angin, atau pun hujan. Misalnya dengan mengatakan,
‘Bencana ini bisa terjadi karena bulan ini adalah bulan Suro’ atau
mengatakan ‘Sialan! Gara-gara angin ribut ini, kita gagal panen’ atau
dengan mengatakan pula, ‘Aduh!! hujan lagi, hujan lagi’. Lidah ini
begitu mudah mengucapkan perkataan seperti itu. Padahal makhluk yang
kita cela tersebut tidak mampu berbuat apa-apa kecuali atas kehendak
Allah. Mencaci mereka pada dasarnya telah mencaci, mengganggu dan
menyakiti yang telah menciptakan dan mengatur mereka yaitu Allah Ta’ala.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,“Allah Ta'ala berfirman,
‘Manusia menyakiti Aku; dia mencaci maki masa (waktu), padahal Aku
adalah pemilik dan pengatur masa, Aku-lah yang mengatur malam dan siang
menjadi silih berganti.’ ” (HR. Bukhari dan Muslim). Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda,”Janganlah kamu mencaci maki
angin.” (HR. Tirmidzi, beliau mengatakan hasan shohih)
Dari dalil-dalil ini terlihat bahwa mencaci maki masa (waktu), angin
dan makhluk lain yang tidak dapat berbuat apa-apa adalah terlarang.
Larangan ini bisa termasuk syirik akbar (syirik yang mengeluarkan
seseorang dari Islam) jika diyakini makhluk tersebut sebagai pelaku dari
sesuatu yang jelek yang terjadi. Meyakini demikian berarti meyakini
bahwa makhluk tersebut yang menjadikan baik dan buruk dan ini sama saja
dengan menyatakan ada pencipta selain Allah. Namun, jika diyakini yang
menakdirkan adalah Allah sedangkan makhluk-makhluk tersebut bukan pelaku
dan hanya sebagai sebab saja, maka seperti ini termasuk keharaman,
tidak sampai derajat syirik. Dan apabila yang dimaksudkan cuma sekedar
pemberitaan, -seperti mengatakan,’Hari ini sangat panas sekali, sehingga
kita menjadi capek’-, tanpa tujuan mencela sama sekali maka seperti ini
tidaklah mengapa.
Perbaikilah Diri
Jarang sekali manusia mengetahui bahwa hal-hal di atas termasuk
kesyirikan dan kebanyakan orang selalu menyepelekan hal ini dengan
sering mengucapkannya . Padahal Allah Ta’ala telah berfirman yang
artinya,”Sesungguhnya Allah tidak mengampuni dosa syirik, dan dia
mengampuni dosa yang berada di bawah syirik bagi siapa yang
dikehendaki-Nya. (QS. An Nisa [4]: 116).
Oleh karena itu,
sangat penting sekali bagi kita untuk mempelajari aqidah di mana perkara
ini sering dilalaikan dan jarang dipelajari oleh kebanyakan manusia.
Aqidah adalah poros dari seluruh perkara agama. Jika aqidah telah benar,
maka perkara lainnya juga akan benar. Jika aqidah rusak, maka perkara
lainnya juga akan rusak.
Hendaknya pula kita memperbaiki diri
dengan selalu memikirkan terlebih dahulu apa yang kita hendak ucapkan.
Ingatlah sabda Nabi yang mulia shallallahu ‘alaihi wa sallam,”Boleh jadi
seseorang mengucapkan suatu kata yang diridhai Allah namun tidak ia
sadari, sehingga karena ucapannya ini Allah mengangkat derajatnya. Namun
boleh jadi seseorang mengucapkan suatu kata yang dimurkai Allah dan
tidak ia sadari, sehingga karena ucapannya ini Allah memasukkannya dalam
neraka.” (HR. Bukhari)
Jika kita sudah terlanjur melakukan
syirik yang samar ini, maka leburlah dengan do’a yang pernah diucapkan
Nabi kita shallallahu ‘alaihi wa sallam
’Allahumma inni a’udzubika an usyrika bika sya’an wa ana a’lamu wa astaghfiruka minadz dzanbilladzi laa a’lamu’
(Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari perbuatan menyukutakan-Mu
dengan sesuatu padahal aku mengetahuinya. Aku juga memohon ampunan
kepada-Mu dari kesyirikan yang tidak aku sadari) (HR. Ahmad).
***
No comments:
Post a Comment